Oleh: Djul fikram Isra. M
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Maluku Utara dan juga Ketua Umum HIMAPOL FISIP UMMU Ternate.
berapa tahun belakangan ini, baik dalam praktek maupun dalam berbagai macam teori, Politik Identitas seperti yang dikatakan para Pemikir Ania Loomba, Homi K. Bhabha dan Gayatri C Spivak yang meletakan Politik Identitas sebagai ciptaan dalam wacana sejarah dan budaya.
Sedangkan dalam literatur ilmu politik, juga dapat dibenarkan, tentu memiliki perbedaan yang jelas tentang apa itu politik identitas (political of Identity) dan apa itu identitas politik (political identity).
Politik identitas (Political identity) merupakan sebuah konstruksi yang menentukan posisi kepentingan dalam komunitas politik yang akan Mengarah pada mekanisme pengorganisasian baik itu dalam identitas politik maupun identitas sosial. Menurutku, di indonesia, terkait dengan Politik identitas suda di jadikan sebagai sumber dan sarana politik dalam pertarungan perebutan kekuasaan. Apalagi menjelang pesta demokrasi yang akan dilaksanakan pada tahun 2024 mendatang melalui agenda besar yakni Pemilihan Umum (PEMILU).
Salah satu persoalan yang muncul sebagai implikasi dari menguatnya issue etnisitas adalah adanya perasaan sentimen etnis demi kekuasaan di satu wilayah dengan memilih etnis sebagai kendaraan untuk mempertahankan eksistensinya
hal ini yang terjadi di Provinsi Maluku Utara. Pada hakikatnya, faktor politik etnis yang diboncengi oleh perebutan dan pembagian kekuasaan merupakan faktor terbesar meluasnya isu politisasi identitas etnis pada setiap momentum politik, baik pada PILKADES PILKADA maupun PILWAKO (Pemilihan Walikota) Indikatornya, pertarungan identitas etnis dalam momentum politik selalu berpijak pada latar belakang etnis atau latar belakang daerah.
Tentunya, hal ini dapat dipelajari sejak terbentuknya Provinsi Maluku Utara pada 1999, serta resistensi konflik dalam tiap pemilihan Gubernur Maluku Utara.
Resistensi konflik terfokus pada sentimen antar etnis yang tentunya bermuara pada perebutan kursi kekuasaan di pemerintahan. Sebagaimana di ketahui, etnis yang dikatakan dalam pertarungan tersebut adalah etnis Makean, Tidore,Ternate, Sanana serta Togale (Tobelo dan Galela), yang memiliki kesiapan sumber daya manusia yang cukup dan selalu tampil dalam kontestasi politik di Maluku Utara.
Hal ini cukup Sangat Berpengaruh Terhadap tinggat Pembangunan daerah Sebagai sentral dalam wacana politik Sehingga terjadinya perpecahan, sentimentasi ras,Agama,suku dan budaya Yang selalu Menjadi Rujukan dalam mempromosikan demi mendapatkan kepentingan atau kekuasaan semata,hal ini tidak selalu muda untuk di selesaikan Ketika kejadian-kejadian tersebut terus berakar rumput di negeri ini.
Politik identitas sejauh ini masih terus hadir dalam narasi politik di Indonesia, menuju ke Pemilihan Umum (Pemilu) pada tahun 2024 mendatang.
Hal tersebut dikarenakan bahwa kondisi mental dan karakter dari masyarakat Indonesia sendiri masih belum bisa terlepas dari adanya sentimen primordialisme dan sektarianisme yang memang masih kuat dan mengakar dalam budaya masyarakat di Tanah Air sekalipun saat ini sudah hidup di era demokratisasi terbuka dan era digitalisasi modern dalam negeri yang penuh dengan keberagaman ini, politik identitas yang dimunculkan bisa agama, bisa pula etnis.
Untuk itulah dalam pemilu yang akan datang Melakukan pendidikan politik adalah cara yang lebih kongkrik dengan menginternalisasikan diskusi dan dialog yang kritis agar dapat meredam politik identitas.semua.Harapan kita semoga Dapat Mewujudkan Pemilu Yang berkualitas serta Dapat Melahirkan pemimpin-Pemimpin yang adil dan lebih baik kedepan
Wacana Belakangan Politik pasca Pemilu Kemarin cukup menjadi gambaran untuk Memperhatikan kedepan agar Menjaga Demokrasi yang berkeadilan,utuh dan tidak Patah! mencederai Persaudaraan kita antara sesama dalam bineka tunggal Ika.