Presiden republik Indonesia memegang dua jabatan yakni sebagai kepala pemerintahan juga sebagai kepala negara.
Opini
Oleh : Amana Upara
Dua jabatan ini memiliki tugas dan wewenang yang berbeda. Tugas dan wewenang presiden tercantum dalam pasal 4 ayat 1 UUD 1945, tentang Peraturan Presiden (Perpres) adalah kepala kekuasaan eksekutif dalam sebuah negara.
Masa jabatan presiden dan wakilnya maksimal 5 tahun. Kemudian presiden bisa mencalonkan diri untuk satu periode lagi. Selain itu presiden juga sebagai panglima tertinggi negara dan juga sebagai pembina politik di Indonesia.
Tugas dan Wewenang Presiden sebagaimana diatur dalam UUD 1945 yakni: pertama, sebagai Kepala Pemerintahan Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 4 ayat 1). Kedua, presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya (pasal 5 ayat 2). Ketiga, presiden mengangkat dan menghentikan menteri-menteri (pasal 17 ayat 2). Keempat, presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang (pasal 20 ayat 4). Kelima, rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) diajukan oleh presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (pasal 23 ayat 2). Keenam, anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh Presiden (pasal 23F ayat 1). Ketujuh, calon Hakim Agung diusulkan oleh Komisi Yudusial (KY) kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai Hakim Agung oleh Presiden (pasal 24A ayat 3). Kedelapan, anggota KY diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR (pasal 24B ayat 3). Kesembilan, MK mempunyai 9 orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh presiden, yang diajukan masing-masing 3 orang oleh MA, 3 orang oleh DPR, dan 3 orang oleh Presiden (Pasal 24C ayat 3).
Tugas Presiden Sebagai Kepala Negara yakni: Pertama, memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara (Pasal 10). Kedua, menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain dengan persetujuan DPR (Pasal 11 ayat 1). Ketiga, menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain dengan persetujuan DPR (Pasal 11 ayat 2). Keempat, menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12). Kelima, mengangkat duta dan konsul, dalam mengangkat duta, presiden memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat 1 dan 2). Keenam, menerima penempatan Duta Negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat 3).
Sementara Ketujuh, memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA (Pasal 14 ayat 1). Kedelapan, memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 4 ayat 2) dan ke Sesembilan, memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan Undang-Undang (Pasal 15).
Tugas dan wewenang presiden yang super kuat (power full) tersebut jika tidak dijalanka berdasarkan UUD 1945 makan akan mempengaruhi stabilitas politik dan keamanan dalam negeri. Oleh karena itu, presiden sebagai kepala pemerintahan dan juga sebagai kepala negara harus membuat dan melaksanakan kebijakan berdasarkan konstitusi UUD 1945 dan Pancasila, yang berasaskan pada asas kedilan, kejujuran dan kebijaksanaan.
Berkaitan dengan Pemilu 2024, partai politik Golkar, Gerindra, PDIP Nasdem, PKB, PPP, PAN dan PKS melakukan manufer politik berupa lobi-lobi politik untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2024.
Nasdem mendeklarasikan Anis Rasid Baswedan sebagai capres, PDIP mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai capres, Golkar mengusung Airlangga Hartarto sebagai capres dan Gerindra mengusung Prabowo Subianto sebagai capres 2024. Dinamika politik nasional yang cukup memanas tersebut mendapatkan perhatian dari Presiden Jokowi, akhirnya presiden mengudang para ketua umum partai koalisi di luar Nasdem yakni PDIP, Grindra, Golkar, PKB, PAN dan PPP di istana negara dengan agenda membicarakan persoalan ekonomi menjelang Pemilu 2024.
Namun pertemuan presiden dengan partai koalisi di istina negara tersebut memunculkan berbagai macam dugaan, spekulasi dari banyak pihak dan media. Banyak yang menduga bahwa pertemuan tersebut membicarakan koalisi politik untuk mengusung capres 2024.
Nama sudah dibantah oleh istana bahwa pertemuan tersebut membicarakan persoalan bangsa terutama perekonomian negara. Dalam pertemuan tersebut ada pula yang mempertanyakan jika pertemuan tersebut merupakan pertemuan partai koalisi pemerintah tetapi mengapa Nasdem tidak diundang?
Presiden Jokowi menjawabnya bahwa “Nasdem tidak diundang karena Nasdem sudah punya koalisi sendiri”, dengan pernyataan presiden tersebut maka dapat diduga bahwa pertemuan tersebut tidak hanya membicarakan persoalan ekonomi tetapi juga membicarakan taktik dan strategi politik partai koalisi menjelang Pemilu 2024