Keinginan Jokowi Capres Cukup Dua Capres, Mencederai Demokrasi
OPINI
OLEH : AMANAH UPARA
Menurut Romi Hurmuzi “Presiden Jokowi Ingin Pilpres Diikuti Dua Capres, dengan alasan mengurangi beban keuangan negara, mengurangi pembelahan di masyarakat dan capres yang terpilih dapat melanjutkan program presiden sebelumnya”.
Jika presiden beralasan bahwa Capres-Cawapres lebih dari dua akan membebankan keuangan negara merupakan alasan yang logis tapi bukan untuk membatasi Capres, karena itu konsekuensi dari sistem demokrasi liberal dan sistem multi partai (banyak partai) yang di anut oleh Indonesia. Maka wajar saja Capres lebih dari dua, berbeda dengan sistem dwi partai (dua partai) yang di anut oleh Amerika Serikat maka wajar saja jika Amerika Serikat hanya dua Capres pada Pemilu Amerika Serikat.
Kemudian jika presiden beralasan bahwa Capres lebih dari dua akan mengurangi pembelahan di masyarakat.
Justru terbalik jika Capres hanya dua kandidat maka semakin melahirkan pembelahan di masyarakat, karena boleh jadi Capres yang diusung oleh partai politik tidak mewakili kolompok masyarakat dan kader partai. Oleh karena itu, silahkan saja partai politik yang memenuhi syarat mencalonkan kadernya untuk menjadi Capres agar dapat mewakili hak masyarakat dan kader partai.
Untuk mengurangi pembelahan di masyarakat diharapkan KPU, Bawaslu dan aparat keamanan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan baik dan harus menjaga netralitas. Karena terjadinya pembelahan di masyarakat juga disebabkan oleh isu dugaan ketidak netralan penyelenggara Pemilu dan aparat.
Selain itu, jika presiden beralasan bahwa membatasi Capres agar Capres terpilih dapat melanjutkan program presiden sebelumnya. Ini merupakan harapan yang kurang logis. Sirkulasi elite kepemimpinan dalam sebuah negara demokrasi merupakan hal yang biasa, berbeda dengan negara otoriter atau negara yang menganut sistem kerajaan.
Oleh karena itu, tidak menjadi sebuah kewajiban seorang presiden terpilih harus melanjutkan program presiden sebelumnya. Presiden terpilih memiliki hak untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan program presiden sebelumnya, jika program tersebut dianggap baik dilanjutkan tapi kalau dianggap tidak baik dan membebankan keuangan negara tidak boleh dilanjutkan. Sehingga presiden terpilih dapat memilah dan memilih mana saja program presiden sebelumnya yang dapat dilanjutkan dan mana yang tidak dapat dilanjutkan, disesuaikan dengan program presiden terpilih yang tidak bertentangan dengan UUD 1945, UU dan Peraturan Pemerintah lainnya dan yang paling penting tidak membebankan keuangan negara serta tidak menambah hutang negara.
Dengan demikian membatasi partai untuk mencalonkan kader terbaiknya menjadi Capres Republik Indonesia bertentangan dengan UU Pemilu No. Tahun 2017 dan mencederai demokrasi, karena demokrasi memberikan jaminan kepada seluruh warga negara atau partai politik yang memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan UU Pemilu No. 7 Tahun 2017 untuk mencalonkan kadernya sebagai Capres dan Cawapres.
Hal ini karena tujuan didirikan partai dalam sebuah negara demokrasi adalah untuk merebut kekuasaan baik presiden, kepala daerah, DPR dan DPRD untuk mensejahterakan rakyat. Oleh karena itu menurut UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pasal 222 UU Pemilu mengharuskan pasangan calon presiden dan wakil presiden memenuhi “persyaratan perolehan kursi partai politik atau gabungan partai politik pengusul paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau 25% dari suara sah nasional”. Dengan demikian Partai Politik yang memenuhi ambang batas tersebut memiliki hak untuk mencalonkan kadernya sebagai calon Presiden-Wakil Presiden Republik Indonesia)*
#RakyatMemantau
#PresidenNegarawan
#CapresLebihDari2Demokratis