TERNATE, DM-Matahari menggantung lembut di atas Kelurahan Muhajirin pagi itu, seakan tahu bahwa hari ini adalah hari yang istimewa. Di sebuah gang kecil, di antara tembok-tembok tua dan suara riuh anak-anak, berdiri sebuah rumah baru yang tampak seperti anomali: rapi, bersih, dan kokoh—dan di dalamnya, seorang ibu lanjut usia menahan tangis bahagianya.
Ibu Rohani, namanya. Sosok renta yang sebelumnya tinggal dalam rumah yang nyaris roboh: atap bocor, dinding lapuk, lantai tanah yang dingin. Tapi hari itu, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia melangkah masuk ke rumah yang tak lagi membuatnya takut pada hujan dan angin malam.
“Saya tidak sangka rumah ini bisa sebagus ini,” ucapnya lirih, memeluk Nasri Abubakar, pendiri Nasab Foundation, orang yang menjadi jembatan bagi mimpinya yang sempat ia kubur dalam diam.
Dari Ruang Gelap ke Cahaya yang Hangat
Sebelum kunci rumah diserahkan, warga dan tim Nasab Foundation bersama-sama menggelar doa selamatan. Tidak ada acara mewah. Hanya alunan doa-doa khusyuk yang menggema di ruang baru yang kini bercat putih dan berlantai keramik mengilap.
Air mata tak tertahan ketika Ibu Rohani menjejakkan kaki di ambang pintu. Tak hanya karena rumah itu indah, tetapi karena rasa dihargai—bahwa ada yang peduli, bahwa dirinya masih dianggap bagian dari negeri ini.
Satu Video yang Menggugah Hati Pemimpin
Cerita ini bermula dari sebuah video pendek yang dikirim warga, menampilkan kondisi rumah Ibu Rohani yang memprihatinkan. Video itu sampai ke tangan Nasri Abubakar, yang tak butuh waktu lama untuk mengambil keputusan.
“Saat saya melihat langsung kondisinya, rasanya seperti tertampar. Ini bukan tempat tinggal yang pantas untuk siapa pun, apalagi seorang ibu lanjut usia,” tutur Nasri dengan mata berkaca.
Renovasi pun dimulai. Dalam waktu seminggu, rumah tua itu dirombak total: atap baru, dinding diperkuat, lantai diperbaiki, kamar dan dapur dibuat layak, hingga pengecatan yang membawa kehangatan. Rumah itu kini juga dilengkapi tempat tidur dan lemari agar langsung bisa dihuni.
Janji yang Tidak Lupa Dibayar
Yang dilakukan Nasri bukan semata aksi sosial dadakan. Ini adalah bagian dari ikrar pribadinya saat kampanye Pilkada—janji bahwa jika dipercaya menjadi Wakil Wali Kota Ternate, maka seluruh pendapatan resminya akan kembali ke rakyat dalam bentuk kerja nyata.
“Janji itu bukan slogan. Hari ini kami lunasi,” tegasnya.
Ia tidak berdiri sendiri. Di belakangnya ada Wahyu Firmansyah, Direktur Nasab Foundation, yang memimpin proses renovasi bersama warga sekitar. Juga hadir Junaidi Bahruddin (Ketua Pembina Nasab Foundation sekaligus Anggota DPRD Ternate), Mujakir Gamgulu (Anggota DPRD Ternate), Lurah Muhajirin, pengurus Hiswana Migas Maluku Utara, dan warga yang menyaksikan langsung momen paling mengharukan itu.
Kemerdekaan yang Sesungguhnya
Yang membuat hari itu semakin sarat makna adalah karena bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80. Di tengah hiruk pikuk pesta nasional, di rumah kecil ini, kemerdekaan justru menemukan bentuk paling jujurnya.
“Saya benar-benar merdeka. Merdeka dari rasa takut, dari dingin, dari kesendirian,” ujar Ibu Rohani, sesenggukan, seraya menatap dinding rumah barunya.
Ketika Hati Lebih Nyaring dari Mikrofon
Hi. Talib, Imam Masjid Kelurahan Muhajirin, yang turut hadir, menyampaikan rasa syukurnya. Baginya, ini bukan hanya soal satu rumah, tapi soal kemanusiaan yang tak pernah kehilangan tempatnya di antara janji-janji kekuasaan.
“Pak Nasri bukan hanya pemimpin. Ia pelayan. Dan pelayan sejati adalah mereka yang datang tanpa diminta, tapi hadir di saat yang tepat,” tuturnya haru.
Rumah Itu Kini Punya Arti
Di rumah yang dulu hanya menjadi tempat berteduh dari hujan, kini Ibu Rohani punya ruang untuk beristirahat dalam damai. Dinding-dindingnya menyimpan cerita tentang kepedulian. Langit-langitnya menjadi saksi bahwa masih ada pemimpin yang mendengar jeritan dari lorong-lorong sunyi.
Dan malam nanti, ketika lampu menyala di ruang itu, mungkin untuk pertama kalinya, Ibu Rohani bisa tertidur tanpa cemas, tanpa takut, dan tanpa merasa sendirian.