Ilistrasi
Kupang, DM – Suasana di rumah duka Asrama Tentara Kuanino, Kupang, Nusa Tenggara Timur, terasa berat. Di tengah isak tangis keluarga dan kerabat, Panglima Kodam IX Udayana, Mayjen Piek Budyakto, berdiri tegak memberikan pernyataan yang mengubah jalannya pemberitaan: jumlah tersangka dalam kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo melonjak dari 4 menjadi 20 prajurit.
“Seluruhnya 20 tersangka sudah ditahan. Salah satunya adalah seorang perwira,” tegas Mayjen Piek, Senin (11/8), di hadapan keluarga almarhum.
Meski belum membeberkan pangkat dan jabatan perwira tersebut, Pangdam memastikan proses hukum akan berjalan tanpa pandang bulu. “Siapapun yang melakukan kekerasan harus diusut,” ucapnya lantang. Janji itu bukan sekadar formalitas, melainkan komitmen pribadi seorang atasan yang kehilangan anak buahnya dalam tragedi memilukan.
Prada Lucky, prajurit muda dari Batalyon Teritorial Pembangunan 834 Waka Nga Mere (Yon TP 834/WM), Nagekeo, meninggal pada Rabu (6/8) setelah empat hari berjuang di ruang ICU RSUD Aeramo. Luka di tubuhnya bukan sekadar memar, tetapi bukti sunyi bahwa ia menjadi korban kekerasan berantai.
Jenazahnya dipulangkan ke Kupang pada Kamis (7/8), dijemput langsung oleh sang ayah, Serma Kristian Namo, dan ibunda tercinta, Sepriana Paulina Mirpey. Pelukan keluarga di bandara bukan sekadar penyambutan, melainkan pertemuan terakhir yang diiringi amarah, kehilangan, dan tuntutan keadilan.
Kasus ini menjadi cermin buram praktik kekerasan di lingkungan militer yang selama ini banyak dibungkam. Penetapan 20 tersangka, termasuk seorang perwira, menunjukkan bahwa skala tragedi ini jauh lebih besar dari yang semula terungkap.
Kini, publik menanti: akankah janji “tanpa pandang bulu” benar-benar menjadi kenyataan? Ataukah nama Prada Lucky hanya akan menjadi catatan duka lain yang perlahan memudar?