Para pelajar dikukuhkan menjadi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional tahun 2025 di Istana Negara, Jakarta, pada Sabtu, 16 Agustus 2025. Foto: BPMI Setpres/Cahyo
JAKARTA, DM – Cahaya lampu di Istana Negara sore itu terasa berbeda. Suasana khidmat menyelimuti ruang pengukuhan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional 2025, Sabtu (16/8/2025). Dari balik barisan tegap para pelajar terbaik bangsa, terpancar kisah perjuangan yang tidak sederhana. Mereka datang dari berbagai pelosok negeri, membawa cerita masing-masing, hingga akhirnya dipercaya mengemban amanah sakral: mengibarkan Sang Merah Putih di Istana Merdeka.
Salah satunya adalah Ritha Lovely Chantika Febiolla Ayomi, pelajar asal Papua Barat. Ritha tak mampu menyembunyikan haru saat namanya disebut sebagai pemimpin upacara pengukuhan. Air matanya hampir pecah, namun ia menahannya dengan senyum bangga.
“Campur aduk, ada bahagia dan terharu,” katanya lirih. Perjalanan Ritha bukanlah kebetulan. Sejak awal, ia meniti jalan panjang dari paskibraka tingkat sekolah, lalu kabupaten, provinsi, hingga akhirnya lolos ke tingkat nasional. “Puji Tuhan, semua tahap ini adalah anugerah,” ucapnya penuh syukur.
Dari Papua Selatan, kisah lain lahir dari seorang remaja bernama Abraham Sarau. Di balik sikap tegapnya, tersimpan cerita tentang nyaris menyerah di tengah perjalanan. “Kami sempat beberapa kali menyerah, tapi semangat dari teman-teman yang membara membuat jiwa kami kembali satu,” ujarnya dengan suara bergetar. Dukungan sekolah, guru, dan orang tua menjadi energi terbesar yang mendorongnya bertahan hingga akhirnya berdiri di Istana Negara.
Lalu ada Paulus Gregorius Afrizal dari Nusa Tenggara Timur. Bagi Paulus, bisa berdiri di barisan Paskibraka Nasional adalah sebuah kebanggaan yang tak ternilai. Namun di balik itu, ia memikul tanggung jawab yang lebih besar dari usianya. Di sela sekolah dan latihan, Paulus memilih berjualan jagung bakar di akhir pekan untuk membantu ekonomi keluarga.
“Saya tidak dipaksa siapapun, ini keinginan saya untuk meringankan beban orang tua,” ujarnya dengan mata berbinar. Paulus pun membagi waktunya dengan cermat: bersekolah, berlatih karate, dan berjualan. Semuanya ia jalani dengan penuh dedikasi.
Kisah-kisah itu menjadi potret wajah bangsa. Anak-anak muda yang datang dari berbagai daerah, dengan latar belakang dan perjuangan yang berbeda, kini dipersatukan dalam satu ikrar: menjaga merah putih tetap berkibar dengan gagah.
Besok, saat Sang Saka Merah Putih perlahan naik di langit Istana Merdeka, bukan hanya bendera yang berkibar. Tetapi juga harapan, doa, dan cerita perjuangan para pemuda yang setia mencintai bangsanya.