Sumber Artikel: Tim NHM
Penyunting: Arief Paturusi
Jakarta, 19 Februari 2025 – Di sebuah ruangan yang hening di kantor pusat PT Nusa Halmahera Minerals (NHM), suasana haru menyelimuti pertemuan yang penuh makna. Muhammad Iram Galela, Ketua AMPP Togammoloka, menundukkan kepalanya dalam-dalam. Matanya berkaca-kaca, dadanya naik turun menahan sesak. Di sampingnya, kedua orang tuanya duduk dengan wajah penuh harap. Mereka telah menempuh perjalanan jauh dari Galela, Maluku Utara, menuju Jakarta, demi satu hal—memohon maaf kepada Haji Romo Nitiyudo Wachjo (Haji Robert).
Ketika pintu terbuka dan sosok Haji Robert memasuki ruangan, suasana semakin emosional. Iram, dengan suara bergetar, akhirnya mengungkapkan permohonan maafnya. “Saya atas nama pribadi dan mewakili seluruh pengurus AMPP Togammoloka, dengan segala kerendahan hati, ingin menyampaikan penyesalan yang mendalam. Apa yang telah saya lakukan sungguh melukai hati dan mencoreng nama baik Haji Robert. Saya sadar, kesalahan ini telah membawa luka yang besar. Saya memohon, dengan segenap ketulusan, agar Bapak berkenan memaafkan saya,” ucapnya dengan mata yang mulai basah.
Ruang pertemuan yang awalnya penuh ketegangan kini berubah menjadi tempat refleksi mendalam tentang arti kesalahan, keikhlasan, dan pengampunan. Haji Robert, seorang pemimpin yang dikenal dengan kebijaksanaannya, menatap Iram dengan penuh ketenangan. Tak ada kemarahan di wajahnya, hanya kebesaran hati yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Dengan suara lembut, namun penuh makna, ia menjawab, “Saya menghargai keberanianmu untuk datang ke sini dan meminta maaf. Semua manusia pernah melakukan kesalahan, yang terpenting adalah kesadaran untuk memperbaikinya. Saya menerima permohonan maafmu.”
Di saat itu juga, suasana yang tak mampu ditahan lagi pecah. Air mata menetes, bukan hanya dari wajah Iram, tetapi juga dari kedua orang tuanya yang sejak tadi menahan haru. Bahkan, Haji Robert sendiri tak kuasa membendung emosinya. Matanya berkaca-kaca, suaranya sedikit bergetar saat ia melanjutkan, “Semoga ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Tidak ada luka yang tak bisa sembuh jika kita saling memaafkan.”
Para karyawan NHM yang menyaksikan momen ini pun ikut terbawa dalam suasana haru. Beberapa dari mereka terlihat mengusap mata, menyadari bahwa di balik segala perbedaan dan konflik, masih ada ruang untuk kebesaran hati.
Tokoh senior AMPP Togammoloka, Jurait Lidawa, yang ikut mendampingi Iram, tak mampu menyembunyikan rasa kagumnya terhadap ketulusan Haji Robert. “Ini bukan sekadar permohonan maaf biasa. Ini adalah bukti bahwa kebesaran hati seorang pemimpin sejati tak diukur dari seberapa tinggi kekuasaannya, tetapi dari seberapa lapang dadanya dalam memaafkan. Kami sangat berterima kasih atas kebesaran hati Haji Robert,” ujarnya.
Kuasa hukum Haji Robert, Iksan Maujud, menegaskan bahwa pendekatan Restorative Justice (RJ) yang ditempuh dalam kasus ini bukan hanya menyelesaikan persoalan hukum, tetapi juga membangun kembali hubungan yang sempat retak. “Restorative Justice bukan hanya soal menghindari proses hukum yang panjang, tetapi juga soal memulihkan hubungan, membangun kembali kepercayaan, dan memberikan ruang bagi mereka yang bersalah untuk bertanggung jawab dengan cara yang lebih bermakna,” jelasnya.
Akademisi IAIN Ternate, Hasanuddin Hidayat, menambahkan bahwa langkah yang diambil ini mencerminkan keadilan sejati. “Hukum bukan sekadar soal hukuman, tetapi juga soal memulihkan, menyembuhkan. Dengan RJ, kita tidak hanya menyelesaikan masalah di atas kertas, tetapi juga di dalam hati,” ujarnya.
Di akhir pertemuan, Haji Robert berdiri dan merangkul Iram. Tak ada lagi jarak di antara mereka. Semua yang hadir menyaksikan bagaimana pengampunan sejati diberikan—bukan karena paksaan, tetapi karena ketulusan.
Langkah Iram keluar dari ruangan itu terasa lebih ringan. Air mata yang tadi jatuh sebagai tanda penyesalan, kini berganti menjadi air mata haru dan kelegaan. Ia tahu, hari itu ia tidak hanya mendapatkan maaf, tetapi juga pelajaran berharga tentang arti keikhlasan dan kebesaran hati.